Ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang penghinaan/pencemaran nama baik secara daring pada implementasinya, penghinaan atau pencemaran nama baik diartikan secara luas, dan tidak merujuk pada batasan dan pengecualian yang diatur dalam Pasal 310-311 KUHP yaitu hanya dapat diproses dengan aduan dari pihak korban langsung dan tidak boleh menyerang penghinaan apabila dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
“Konten jurnalistik dipastikan memenuhi aspek kepentingan umum, sehingga harusnya tidak dapat dijerat dengan pasal itu. Namun justru digunakan untuk mengkriminalisasi karya jurnalistik,” tegas wakil rakyat dari dapil Lampung I (Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Barat, Tanggamus, Pesawaran, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Pringsewu, Pesisir Barat) tersebut.
Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP Partai NasDem itu juga menjelaskan, dalam Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2), pada praktiknya dikhawatirkan digunakan untuk membungkam suara-suara kritis. Pasal 27 ayat (3) menyebutkan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Sedangkan Pasal 28 Ayat (2) berbunyi; “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“Muatan penghinaan, pencemaran nama baik termasuk kalimat menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan dalam Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 ini, tafsirnya bisa luas. Kritikan bisa dianggap menghina, bahkan bisa dianggap menyebar informasi dengan tujuan menimbulkan rasa kebencian,” ungkap Taufik.