November 21, 2024

 width=

Kabar Indonesia Politik

“AHY vs Moeldoko dalam merebut singgasana Partai Demokrat, mana yang legal dan ilegal ?”

 width=

  • Berdasarkan penjelasan dewan kehormatan bahwa, 7 kader partai yang terbukti mendiskreditkan, mengancam, menghasut, mengadu domba, melakukan bujuk rayu dengan imbalan uang dan jabatan kepada kader dan pengurus partai. Secara resmi mereka sudah diberhentikan dengan tidak hormat atau pemecatan. Maka, semenjak keputusan itu berlaku, otomatis status keanggotaan mereka sebagai kader partai demokrat dengan sendirinya gugur. Sehingga segala tindakan yang di lakukan atas nama partai demokrat, termasuk melaksanakan dan mengesahkan keputusan-keputusan di KLB tidak memiliki keabsahan hukum. Karena Putusan mahkamah partai politik bersifat final dan mengikat secara internal.

  • 7 kader yang terbukti dan jelas telah melakukan tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan AD/ART, pakta Integritas dan kode etik partai Demokrat. Maka sudah selayaknya harus di berhentikan secara tidak hormat dan di pecat sesuai perintah AD/ART. Guna menjaga kedaulatan dan marwah partai, dengan adanya keputusan pemecatan tujuh orang kader tersebut maka, hak dan kewajiban sebagai anggota partai Demokrat tidak berlaku lagi. Termasuk larangan bagi mereka untuk menggunakan seragam, atribut, simbol, lambang dan identitas partai Demokrat. Dengan demikian mereka tidak lagi memeliki legitimasi eksistensi sebagai kader dalam melaksanakan KLB.

  • Melaksanakan KLB harus memiliki alasan-alasan yang logis dan kuat, bukan hanya sekedar berasumsi bahwa Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY dinilai gagal. Dan karenanya kepengurusan partai Demokrat hasil Kongres V 2020 harus diturunkan melalui Kongres Luar Biasa. Kalau ini menjadi alasan, tentu tidak di benarkan dalam UU No 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No 2 tahun 2008 tentang Parpol dan AD/ART tahun 2020. Sehingga KLB yang di gelar beberapa hari yang lalu jelas ilegal dan inkonstitusional apalagi dengan melibatkan pihak eskternal.

  • Terjadi perselisihan dalam rumah tangga internal partai demokrat, mestinya di selesaikan oleh majelis tinggi partai sesuai amanat AD dan ART yang berlaku pada 2020 dan UU Parpol. Sebagaimana termaktub secara eksplisit dalam Pasal 32 UU No 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No 2 tahun 2008 tentang Parpol. Dalam ayat (1)menjelaskan bahwa, Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART. Selanjutnya ayat (2) menegaskan penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik.

  • Kalau mengacuh pada penjelasan ayat 1 dan 2, Pasal 32, UU No 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU no 2 tahun 2008 tentang Parpol. Maka, terjadi perselisihan internal partai demokrat, harusny di selesaikan secara prosedural-formal menurut AD dan ART sebagaimana perintah UU Parpol. Bukan melakukan KLB apalagi KLB yang di selenggarakan tidak memeliki sumber legitimasi. Karena bertentangan dengan amanat UU Parpol dan AD/ART tahun 2020 yang telah terdaftar di kementerian Hukum dan HAM.

  • Menurut AD dan ART 2020 yang terdaftar di kementerian hukum dan HAM. KLB adalah domainnya majelis tinggi partai bukan domain kader secara sepihak, apalagi mereka yang bukan lagi kader karena telah di pecat. Dengan demikian KLB deli serdang jelas ilegal dan inkonstitusional. Menurut rumusan norma Pasal 81 ayat 4 AD dan ART partai Demokrat. Jika KLB di laksanakan harus atas permintaan majelis tinggi partai atau sekurang-kurangnya di hadiri oleh 2/3 dari jumlah DPD se-indonesia atau 1/2 DPC dan direstui oleh majelis tinggi partai. Sedangkan KLB deli serdang yang digelar beberapa hari lalu, sama sekali tidak di hadiri oleh satu pun DPD se-indonesia atau tidak di restui oleh majelis tinggi partai. Hal ini terkonfirmasi lewat dukungan 34 DPD di seluruh Indonesia dan majelis tinggi partai yang hadir di sekretariat demokrat pasca KLB, untuk memberikan dukungan kepada kepemimpinan AHY sebagai Ketua yang sah.

  • Sebagai alasan dalam rangka merespon iklim dinamika dan memenuhi kebutuhan partai demokrat, sehingga menggelar KLB dan diklaim legal sesuai AD dan ART partai demokrat. Maka, harusnya di buktikan perubahan dari AD/ART baru tahun 2021 sebagai sumber legitimasi eksistensi kepemimpinan moeldoko. Hal ini sebagaimana termaktub secara eksplisit dalam Pasal 5 UU No 2 tahun ini 2011 tentang perubahan atas UU No 2 tahun 2008 tentang Parpol. Bunyi ayat (1) AD dan ART dapat diubah sesuai dengan dinamika dan kebutuhan Partai Politik. Selanjutnya ayat (2) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik.

  • Fakta empiris membuktikan KLB tersebut tidak memiliki legal matriks, karena tidak mengacuh pada ketentuan UU Parpol maupun AD dan ART partai demokrat. Maka jelas KLB deli serdang adalah ilegal dan inkonstitusional. KLB dapat di gelar harus mengacuh pada AD/ART partai demokrat dan UU Parpol. Kalau peserta KLB mengajukan perubahan AD/ART Partai Demokrat, maka pada saat laporan permintaan legalitas hukum baru, tentu menjadi alasan pemerintah akan memeriksa bagaimana AD/ART tersebut diubah, siapa yang mengajukan, serta apakah memenuhi forum dalam mengubahnya. Maka dengan itu pemerintah juga akan mengkaji keabsahan AD/ART sebagai dasar penyelenggaraan KLB partai Demokrat yang menetapkan KSP Moeldoko menjadi ketua umum.

  • KLB yang berlangsung tanpa perubahan AD dan ART partai demokrat tahun 2020, dan sekarang dengan belum ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru, dari kepengurusan baru partai demokrat kepemimpinan Moeldoko kepada Pemerintah, dalam hal ini kementerian hukum dan HAM. Maka sulit bagi pemerintah untuk bersikap dan jelas saat ini legitimasi eksistensi partai demokrat, di bawah kepemimpinan AHY masih sah dan di akui oleh pemerintah.

  • Jika kementerian hukum dan HAM, sengaja dan memaksakan mengesahkan kepemimpinan partai demokrat di bawah kepemimpinan Moeldoko. Maka, pasti ada perlawanan hukum yang di lakukan oleh AHY dkk dengan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Guna meminta mencabut surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI nanti, baik tentang jika ada pengesahan AD/ART Partai Demokrat yang baru, dan pengesahan susunan pengurus dewan pimpinan pusat partai Demokrat periode 2021-2026 di bawah kepemimpinan KSP Moeldoko. Namun, jika AHY dkk, sebagai penggugat menang gugatan nanti dan apabila putusan PTUN membatalkan SK Kemenkumham RI tersebut. Maka, kepemimpinan Moeldoko punya hak akan tetap menempuh jalur hukum dengan mengajukan upaya banding ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut.

  • Secara etika KSP moeldoko telah mencedrai tata krama politik dan demokrasi bangsa. Selain itu, sebagai pejabat aktif dalam lingkaran kekuasaan saat ini, tidak etis ikut terlibat dalam kudeta partai demokrat untuk mengambil alih kepemimpinan. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi sebagai majikannya harus bertanggung jawab secara moral, agar menegur dan memberhentikan KSP moeldoko dari jabatan sebagai kepala pembantu di istana. Langkah pemberhentian ini penting di lakukan untuk mengkonfirmasikan Presiden atau pemerintah tidak terlibat dalam internal rumah tangga partai demokrat dan mempertegas komitmen Presiden jokowi selama ini, agar menghendaki pejabat negara baik Menteri maupun setingkat Menteri untuk tidak merangkap jabatan sebagai Ketua Parpol.

(Mahmud Tuasikal/*)

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *