Masyarakat petani yang akan beralih secara besar besaran dari sektor pertanian, waduhhh, takutnya tidak ada lagi yang mau melakukan pekerjaan sebagai petani, hal ini juga terkoreksi dari penurunan setiap tahun masyarakat dari sektor Primer ini (Pertanian, kehutanan dan perkebunan).
Apa jadinya ya… Akan ada losis ketersediaan pangan, termasuk kita di wilayah Kepulauan Maluku, yang saat ini Pengeluaran Perkapita masyarakat Maluku tertinggi ada pada pangan beras lebih tinggi dari pengeluaran Perkapita beras di tingkat Nasional, sementara Daerah kita dari sisi suplay/Produksi mengalami Defisit 133,96 Ribu/ton(2020), dari luas panen 28,67 ribu Ha, Produksi di tingkat Petani 110,45 Juta Ton-GKG. Produksi Beras 61,53 juta ton, total konsumsi 195,49 Ton Beras.
Jika Pengeluaran Perkapita masyarakat di Kepulauan Maluku adalah beras lebih tinggi dari angka Nasional 1.949.868/kapita/thn, Nasional hanya pada kisaran 800 an lebih, sedangkan pengeluaran masyarakat Maluku untuk umbi-umbian hanya 173.671/kapita pertahun,dengan nilai khusus untuk singkong rp74.544/kapita/THN, itu berarti secara fenomena Kemiskinan kita di Maluku sebagian besar karena pengeluaran pangan beras kita yang cukup tinggi, sementara kapasitas produksi beras di Maluku sangat terbatas alias defisit.
Gambaran ini memberikan arah bahwa sudah saatnya kita kembali dan memperkuat pangan lokal kita khususnya dari segi keterpenuhan karbohidrat dan terbanyak di produksi dan di konsumsi adalah umbi umbian. Maluku masih memiliki lahan kering yg sangat tinggi untuk mengenjot dan meningkatkan skala produksi, memperbaiki tata kelola rantai pasok pangan lokal sehingga keterjangkauan dipasar dengan tingkat produksi yang sustainable, dapat meningkatkan kelembagaan BUMDES sebagai Stasioner pangan lokal yg dapat dijangkau dipasaran baik dari segi harga maupun sustainable stock.