Maradona Si Pemilik Gol Tangan Tuhan Itu Telah Pergi.
Jakarta, matcan.id– Diego Armando Maradona. Nama besar yang tetap melegenda bagi insan sepak bola se jagad. Era 80-an adalah menjadi masanya.
Dia hadir di panggung sepak bola dunia, kala itu, bagai seorang anak manusia setengah dewa. Postur tubuh tidak tinggi, bukan standar pemain sepak bola dunia, tapi kegesitan, power serta skill luar biasa, dan tak kala penting, gaya entertain yang nyentrik itulah yang seakan menghipnotis dunia.
Terlepas dari banyak kontroversi yang menimpanya semasa hidup. Namun beliau tetap di kagumi banyak orang, hingga iya dipanggil kembali menghadap Sang Pencipta pada rabu 25 November kemarin. Berikut adalah sejarah singkat sang legenda lapangan hijau fenomenal itu.
Dikutif dari Wikipedia. Maradona termasuk dalam deretan pemain sepak bola terbaik abad ini bersama dengan Pele, Johan Cruyff dan Christian Vieri.
Nama lengkap Diego Armando Maradona
Tanggal lahir 30 Oktober 1960
Tempat lahir Lanús, Provinsi Buenos Aires, Argentina
Tanggal meninggal 25 November 2020 (umur 60)[1]
Tempat meninggal Tigre, Provinsi Buenos Aires, Argentina
Tinggi 1,65 cm (1⁄2 in)
Posisi bermain Gelandang serang.
Karier junior
1968–1969 Estrella Roja
1970–1974 Los Cebollitas
1975-1976 Argentinos Juniors
Karier senior*
Tahun Tim Tampil (Gol)
1976–1981 Argentinos Juniors 167 (115)
1981–1982 Boca Juniors 40 (28)
1982–1984 Barcelona 36 (22)
1984–1991 Napoli 188 (81)
1992–1993 Sevilla 26 (5)
1993–1994 Newell’s Old Boys 5 (0)
1995–1997 Boca Juniors 30 (7)
Total 492 (258)
Tim nasional
1977–1994 Argentina 91 (34)
Kepelatihan
1994 Mandiyú de Corrientes
1995 Racing Club
2008–2010 Argentina
2011–2012
Karier klub
Pada usia 10 tahun bakat sepak bolanya ditemukan oleh pemandu bakat klub Agentinos Juniors. 2 tahun kemudian dia menjadi maskot klub tersebut bernama Los Cebollitas (Bawang Kecil), yang mana dia bertugas untuk menghibur penonton dengan keterampilan sepak bolanya saat jeda pertandingan pada kompetisi divisi utama Argentina, Argentinos Juniors. Bakatnya tercium sampai ke Inggris saat klub Sheffield United mencoba mentransfernya seharga 180.000 poundsterling. Proposal itu kemudian ditolak oleh Argentinos Juniors. Setahun kemudian, ia melakukan debut internasional bersama timnas Argentina. Pada tahun 1981, ia dibeli klub Boca Juniors seharga 1 juta poundsterling di mana ia menjadi juara liga untuk pertama kalinya.
FC Barcelona
Setelah Piala Dunia FIFA 1982, Maradona kemudian ditransfer ke FC Barcelona dengan harga 5 juta pounsterling, yang merupakan rekor dunia pada saat itu. Disana bersama pelatih César Luis Menotti, Maradona memenangkan Copa del Rey, mengalahkan musuh bebuyutan FC Barcelona, Real Madrid, dan Piala Super Spanyol, mengalahkan Athletic de Bilbao. Kariernya di FC Barcelona mengalami beberapa kendala, pertama adalah ketika Maradona divonis mengidap penyakit hepatitis, kemudian cedera engkel yang parah akibat tekel keras oleh pemain Athletic de Bilbao, Andoni Goikoetxea di mana hampir mengakhiri kariernya dalam dunia sepak bola. Selain itu dia juga kerap bersitegang dengan Presidan klub Josep Lluís Núñez.
Napoli
Maradona lalu ditransfer ke SSC Napoli pada tahun 1984 dan mencapai puncak kariernya dalam sepak bola di mana ia membawa tim tersebut menjadi juara Serie A untuk pertama kalinya dalam sejarah Napoli (1986/87 dan kemudian 1989/1990). Dan menjadi runner up Serie A pada tahun 1987/88 dan 1988/89. Selain itu, ia juga membantu Napoli menjuarai Piala Italia pada tahun 1987. Setahun kemudian (musim 88/89), Napoli mengalahkan Vfb Stuttgart untuk menjadi juara Piala UEFA. Maradona juga menjadi pencetak gol terbanyak dalam Liga Italia Serie A dengan 15 gol. Maradona juga meraih penghargaan Guerin d’Oro sebagai pemain dengan rating terbaik menurut majalah Italia Guerin Sportivo. Maradona juga tampil dalam acara testimoni untuk Osvaldo Ardilles dalam pertandingan antara Tottenham Hotspurs melawan Inter Milan di mana skor akhirnya 2-1 untuk kemenangan Spurs. Dalam pertandingan itu Glenn Hoddle merelakan kaos nomor 10 miliknya untuk dipakai oleh Maradona. Namun dibalik kehebatannya tersebut, justru di Italia Maradona semakin terpuruk dalam dunia hitam. Kebiasaannya mengonsumsi kokain semakin memburuk dan berkali-kali di denda oleh kubnya karena tidak tampil dalam latihan maupun pertandingan dengan alasan stress.
Sevilla, Newells Old Boys, dan Boca Juniors