April 25, 2024

Hukum Kabar Ambon Kabar Maluku

Lemahnya Hukum dan Kesepakatan Damai Yang Dipaksakan

Sebelum konflik antara Negeri Pelauw dan Negeri Kariu pecah, masyarakat pelauw melalu organisasi Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Matasiri (IPPMAP) telah meminta pertemuan dengan Pemerintah Daerah (Kapolda, Pangdam dan Gubernur) guna membahas situasi kambtibmas antara kedua Negeri tersebut sejak September 2021. Namun hal ini tak direspond oleh Pemerintah Daerah sehingga klimaksnya, konflik terjadi di tanggal 26 Januari 2022. Tentunya ini adalah fakta gagal dan lambatnya Negara dalam merespond dan menyelesaikan persoalan masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Konflik yang terjadi antara Negeri Pelauw dan Negeri Kariu adalah akibat gagalnya negera.

Setelah konflik terjadi, dan telah merenggut tiga nyawa masyarakat Negeri Pelauw yang meninggal akibat konflik, sekitar 6000 pohon cengkih dan pala yang menjadi sumber kehidupan masyarakat pelauw sejak dulu kala di tebang, kini Negara mulai hadir dengan skema penyelesaian konflik dan terkesan memaksakan kedua negeri hidup damai.

Mekanisme penyelesaian konflik yang dilakukan oleh Negara melalui pemerintah daerah berdasarkan amanat Undang-undang nomor 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial dianggap sebagai langkah yang keliru karena dilakukan secara tergesa-gesa, memaksa dan tidak memperhatikan amanat UU tersebut.

Penangan Konflik Jika merujuk Penanganan Konflik Sosial menurut Pasal (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup tiga aspek utama yakni pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik. Pertama, Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini.

Pada point ini, Negara telah gagal dalam melakukan pencegahan konflik. Hal ini terbukti dengan Negara (Pemerintah daerah) tidak peka dalam merespond pertemuan pada bulan September 2021 dengan masyarakat pelauw guna membahas situasi kemanan kedua Negeri. Kedua, Pemulihan Pascakonflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Negara tidak belum maksimal dalam upaya melakukan pemulihan pasca konflik melalui rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekontruksi.

Rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekontruksi telah diuraikan didalam pasal 37, 38 dan 39 UU No 7 tahun 2012 tentang Penanganan konflik sosial. Rekonsiliasi mengandung tiga point penting yang harus diselesaikan oleh Negara yakni, perundingan secara damai, pembayaran restitusi dan pemaafan.

Ketiga hal ini belum terealisasi selama proses penangan konflik Pelauw dan Kariu hingga saat ini. Pertama, belum pernah ada perundingan secara damai oleh kedua negeri kecuali jika dipaksakan oleh Negara. Kedua, belum ada pergantian restitusi oleh Negara terkait kerugian akibat konflik. Ketiga, belum ada kata saling memaafkan yang lahir atas keasadaran sendiri dari kedua negeri yang bertikai.

Sedangkan untuk rehabilitasi berdasarkan amanat pasal 38. Pertama, terdapat aspek pemulihan psikologi korban yang belum terlaksana. Kedua, pemulihan kondisi sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketertiban dan Ketiga pemulihan ekonomi dan hak keperdataan. Amanat di dalam UU merupakan tuntutan yang telah disampaiakan oleh Negeri pelauw ke Negara melalui berbagai pertemuan, baik dengan Kepolisian, TNI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Maluku tengah, Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah, Menkopolhukam, Komnas HAM dan terakhir dengan KSP.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *