April 19, 2024

Hukum Kabar Ambon Kabar Indonesia Kabar Maluku Politik

Konferensi Pers: Tim Advokasi Matasiri & IPPMAP Tolak Kariu Kembali Ke Tanah Pelauw.

Bahwa sehubungan dengan terjadinya konflik antara Negeri Pelauw, Dusun Ory dengan Desa Kariu yang terjadi pada Hari, Rabu, Tanggal 26 Januari 2022, maka pertama-tama kami menyampaikan rasa duka yang paling mendalam serta turut berbelasungkawa kepada korban, baik meninggal maupun luka-luka akibat dari kejadian tersebut serta turut prihatin terhadap kejadian tersebut yang menyebabkan terbakarnya beberapa rumah-rumah warga. Bahwa Pada dasaranya Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Pelauw (IPPMAP) dan seluruh masyarakat Negeri Pelauw dan Dusun Ory sangat menyesalkan dan tidak menginginkan konflik yang telah terjadi antara Negeri Pelauw, Dusun Ory dengan Desa Kariu pada Tanggal 26 Januari 2022 tersebut. Peristiwa ini merupakan akibat dari lambatnya negara untuk hadir dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi di masyarakat. Dilain sisi peristiwa tersebut juga merupakan akumulasi dari semua sebab akibat rentetan peristiwa intimidasi dan penyerobotan tanah ulayat yang bukan haknya yang dilakukan oleh warga Desa Kariu selama ini, sehingga terjadinya peristiwa atau konflik yang mencapai puncaknya pada tanggal 26 Januari 2022 tersebut. Rentetan intimidasi dan penyerobotan tanah ulayat yang dilakukan oleh warga Desa Kariu terhadap warga Negeri Pelauw dan Dusun Ory selama ini dapat disampaikan sebagai berikut ;

  1. Bahwa di Kecamatan Pulau Haruku sejak awal pembentukan Negeri-Negeri, hanya dihuni oleh dua Uli yakni Uli Buang Besi dan Uli Hatuhaha, dimana Uli Buang Besi terdiri dari Negeri-negeri yang menempati pesisir bagian selatan Pulau Haruku yakni, Negeri Haruku, Negeri Sameth, Negeri Oma, Negeri Wasu dan Negeri Aboru, sedangkan Uli Hatuhaha terdiri dari Negeri-negeri yang menempati pesisir bagian utara Pulau Haruku, yaitu Negeri Rohomoni, Negeri Kabau, Negeri Kailolo, Negeri Pelauw dan Negeri Hulaliu, dimana Dusun Ory adalah salah satu Dusun Negeri Pelauw yang juga merupakan bahagian dari Uli Hatuhaha sedangkan Desa Kariu sama sekali tidak termasuk bagian dari kedua Uli tersebut. Bahwa oleh karena tidak termasuk sebagai salah satu negeri pada awal pembentukan negeri-negeri di Pulau Haruku didalam dua Uli tersebut maka dengan sendirinya tidak memiliki petuanan apapun di atas wilayah tanah Pulau Haruku;
  2. Bahwa walaupun Desa Kariu sama sekali tidak merupakan bagian dari dua Uli di Pulau Haruku dan tidak memiliki petuanan apapun berdasarkan sejarah awal pembentukan negeri-negeri di Pulau Haruku sebagaimana disebutkan di atas, namun telah terjadi klaim kepemilikan dan pendudukan oleh warga Kariu atas petuanan Negeri Pelauw di Dusun atau tanah Ua Rual dengan cara membangun rumah, berkebun bahkan menanam tanaman umur panjang dimana hal ini berkali-kali telah dicegah oleh warga maupun oleh Pemerintah Negeri Pelauw namun tidak pernah diindahkan bahkan bertindak arogan dengan terkadang menutup akses jalan menuju lokasi petuanan Ua Rual yang hingga dijadikan sebagai wilayah kontrol mereka;
  3. Bahwa di tahun 2015 pada saat warga Negeri Pelauw pergi melakukan pembersihan (pameri) diwilayah Ua Rual (keramat) yang kemudian hadir bersama dalam kegiatan itu adalah beberapa warga Dusun Waemital (Anak Dusun Negeri Pelauw). Setelah kegiatan pembersihan selesai dan masyarakat Negeri Pelauw telah kembali Negeri Pelauw, kemudian STEVY LEATOMU mendatangi salah satu warga Dusun Waemital yang ikut dalam kegiatan tersebut menggunakan mobil POLSESK Pulau Haruku dan menanyakan kepada salah satu warga Dusun Waemital tersebut bahwa kenapa kalian melakukan pemersihan di atas (Ua Rual)? Pertanyaan ini kemudian dilanjutkan dengan pernyataan “TADI KALAU KATONG NAIK KANAL KAMONG, BERARTI ADA YANG KAPALA JATUH” (Jika tadi kita naik dan bertemu kalian, berarti ada yang kepalanya jatuh). Ini adalah pernyataan yang penuh unsur ancaman, provokatif dan sangat fatal dikeluarkan oleh seorang anggota Kepolisian.
  4. Bahwa klaim dan pendudukan atas bagian tanah di dusun Ua Rual tersebut menyebabkan kedua belah pihak telah saling melapor pada pihak Kepolisian, Pihak Negeri Pelauw melapor kepada Kepolisian Sektor Pulau Haruku pada tanggal 29 Februari 2020, sedangkan Warga Desa Kariu melapor pada Kepolisian Daerah Maluku, dimana Laporan Warga Negeri Pelauw tersebut ternyata tidak digubris untuk diproses sesuai hukum yang berlaku oleh Polsek Pulau Haruku pada saat itu, sehingga menimbulkan kekecewaan bagi warga Negeri Pelauw, sedangkan pihak Kariu melaporkan kepada Kepolisan Daerah Maluku yang berakhir dengan diterbitkannya surat PERINTAH PENGHENTIAN PENYELIDIKAN ATAS LAPORAN PIDANA (SP3) yang dilaporkan oleh Pemerintah Desa Kariu oleh Polda Maluku disebabkan karenanya tidak adanya bukti kepemilikan hak yang sah yang dapat diperlihatkan oleh pihak Kariu dalam laporan pidananya;
  5. Bahwa sebagai akibat dari pendudukan dan klaim warga Kariu atas tanah Ua Rual tersebut, maka pada sekitar awal tahun 2021 atau pada bulan April telah terjadi PENGRUSAKAN TERHADAP SALAH SATU SITUS KERAMAT NEGERI PELAUW oleh masyarakat Desa Kariu yang dicurigai pada saat itu warga Kariu tersebut dibawah pimpinan STEVY LEATOMU yang merupakan salah satu anggota kepolisian aktif pada POLSEK Kecamatan Pulau Haruku. Keramat ini selalu dikunjungi dan dilakukan ritual adat (religius magis) pada saat acara adat yakni tarian cakalele dan ini merupakan tradisi adat-istiadat sejak dahulu yang turun temurun diwarisi kepada generasi Negeri Pelauw hingga saat ini;
  6. Bahwa sehubungan dengan kondisi kerawanan yang terjadi atas tanah Ua Rual yang dapat berdampak pada kondisi kamtibmas, sehingga guna menciptakan situasi yang harus tetap kondusif antara kedua Negeri, maka atas inisiatif IPPMAP telah menyurat kepada Bapak Kapolda Maluku guna dapat bertindak menengahi mencegah permasalahan berlarut-larut yang dapat menimbulkan gejolak bagi kedua belah pihak dan Surat yang sama juga kami sampaikan kepada Gubernur Maluku dan Pangdam XVI Pattimura. Dalam pertemuan dengan KAPOLDA pada Tanggal 29 September 2021 itu kami meminta untuk segera menyelesaikan persoalan yang terjadi antara Negeri Pelauw dan Desa Kariu dan meminta menempatkan pos keamanan di perbatasan antara Negeri Pelauw dengan Desa Kariu juga di antara Desa Kariu dengan Dusun Ory, serta meminta agar status tanah Ua Rual dalam keadaan status quo yang artinya siapapun, baik warga Negeri Pelauw maupun Warga Kariu tidak dibolehkan untuk masuk malakukan kegiatan berupa apapun dalam bentuk apapun di area tanah Ua Rual tersebut. Kami meminta untuk segera memindahkan dan memproses hukum oknom Polisi yang Bernama STEVY LEATOMU tersebut yang merupakan warga asli Desa Kariu, karena kami menilai Stevy Leatomu adalah AKTOR atau BIANG KEROK dibalik semua tindakan yang menimbulkan keresahan, intimidasi, pendudukan atas tanah Ua Rual selama ini, namun hal ini tidak digubris dan tidak dihiraukan oleh pihak Kepolisian, termasuk Pangdam yang pada saat itu kami meminta waktu untuk dapat bertemu tetapi tidak direspond, sehingga pada ahirnya peristiwa konflik tanggal 26 Januari 2022 beberapa hari yang lalu terjadi. peristiwa tersebut merupakan akibat kelalaian dan atau pembiaran aparat kepolisian maupun pangdam termasuk gubernur. Permintan kami terhadap KAPOLDA, PANGDAM dan Gubernur Maluku saat itu tak satupun dorespond, termasuk tuntutan Warga Desa Kariu yang meminta kepada Aparat Kemanan untuk segera hadir di lokasi konflik sebelum pecah dan menjadi besar di tanggal 26 Januari 2022. Sehingga PERISTIWA INI MERUPAKAN AKIBAT DARI KELALAIAN NEGARA, NEGARA SENGAJA MEMBIARKAN PELANGGARAN HAM TERJADI.
  7. Bahwa Pemerintah Desa Kariu telah melakukan fitnah keji dan atau penghinaan atas adat istiadat Negeri Pelauw, yaitu dimana salah satu bagian dari tradisi adat-istiadat yang selalu dilakukan oleh Negeri Pelauw pada saat pelaksaan tarian Cakalele selalu dirangkai dengan mengunjungi situs keramat yang telah dibongkar oleh Warga Kariu tersebut yang ini kemudian menjadi bahan fitnah oleh Pemerintah Desa Kariu melalui suratnya ke Kepolisian yang juga tembusan ke Raja Negeri Pelauw tertanggal 17 April 2021 yang salah satu pointnya menyatakan bahwa KERAMAT ITU TELAH DIJADIKAN TEMPAT PEMUJAAN BERHALA OLEH NEGERI PELAUW padahal, melalui UUD 1945 (pasal 18B) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini bahagian dari penghinaan yang dilakukan oleh Desa Kariu terhadap tradisi adat-istiadat yang dimiliki oleh Negeri Pelauw.
  8. Terjadi pelarangan oleh masyarakat Desa Kariu terhadap warga masyarakat Negeri Pelauw pada saat mengambil pasir (material) untuk pembangunan Mesjid Pelauw yang rusak akibat gempa pada bulan September 2019 di Waela yang merupakan salah satu wilayah tanah ulayat milik Negeri Pelauw serta pelarangan terhadap warga Negeri Pelauw yang mengambil material batu dan pasir pada lokasi kaki air Wae Mareke’e, padahal lokasi tersebut adalah milik Negeri Pelauw larangan Warga Kariu tersebut selalu disertai dengan intimadasi dan kata-kata yang sifatnya provokatif yaitu; “orang Pelauw tar boleh ambe batu paser disini ini bukan orang Pelauw pung katong orang Kariu seng ada pung batas Nagri dengan orang Pelauw katong hanya punya batas dengan Kailolo” (Warga Pelauw tidak boleh mengambil batu dan pasir disini, ini bukan milik orang Pelauw. Kita orang Kariu tidak ada batas Negeri dengan orang Pelauw, Kita hanya memiliki batas dengan Kailolo).
  9. Tindakan pengancaman, hinaan serta penzholiman oleh warga Kariu terhadap salah satu Penghulu Mesjid Negeri Pelauw, dimana Larangan dan ancaman pemukulan itu hanya karena persoalan sepele yakni akibat warga Pelauw tersebut mengembalakan ternak miliknya melewati hutan milik Desa Kariu, tepatnya di pesisir sungai Wae Marake’e yang letaknya pada perbatasan antara Negeri Pelauw dengan Desai Kariu, padahal status seorang Penghulu Mesjid, baik bagi Negeri Pelauw maupun umat Muslim pada umunnya adalah sangat dihormati dan dihargai, dimana hinaan, makian ataupun tindakan penzholiman tersebut adalah merupakan tindakan yang dapat dipersepsikan sebagai penghinaan dan menginjak-injak harkat, martabat dan kehormatan seluruh masyarakat Negeri Pelauw;
  10. Tindakan pengancaman atau intimidasi yang dilakukan oleh warga Kariu terhadap warga Negeri Pelauw bernama Abdul Rahman Salampessy di dusun Waehuhu pada tanggal 11 April 2020 yang sedang menjaga dusun Duriannya diancam untuk harus segera pulang, kalau tidak akan dibunuh. Tindakan intimidasi mana telah dilaporkan oleh pemerintah Negeri Pelauw ke POLSEK Pulau Haruku pada tanggal 13 April 2020.
  11. Bahwa batas tanah ulayat Negeri Pelauw dengan Desa Kariu ditandai dengan batas alam, yaitu sungai Marake’e yang letaknya antara Negeri Pelauw dengan Desa Kariu dengan Sungai Kali Mati dan atau Jembatan penghubung yang berada antara Desa Kariu dan Dusun Ory, Sedangkan Desa Kariu (Keluarga STEVY LEATOMU) telah melakukan penyerobotan tanah ulayat yang sudah merupakan wilayah Dusun Ori sehingga memicu pertengkaran mulut antara warga Dusun Ory dengan Warga Desa Kariu yang telah melakukan penyerobotan melewati batas alam tersebut hingga masuk ke wilayah Dusun Ory tersebut dan atau hak Ulayat Negeri Pelauw;
  12. Bahwa sering terjadi gesekan dan intimidasi yang dilakukan oleh warga Desa Kariu terhadap masyarakat Pelauw dan atau Dusun Ory dengan menggunakan prasa bahasa yang tidak beretika dan mengandung unsur provokatif, arogan serta tidak menjunjung tinggi nilai-nilai hidup berdampingan Bersama selaku orang basudara, dimana Bahasa yang sering dilontarkan oleh masyarakat dan atau warga Desa Kariu adalah : “Ori ini katong kasih habis akang hanya butuh waktu 15 menit, sedangkan Pelauw itu satu jam” (Dusun Ory ini kita akan habisi hanya butuh waktu 15 menit, sedangkan Negeri Pelauw akan dihabisi dalam waktu satu jam).
  13. Bahwa penggunaan kata-kata ancaman atau intimidasi yang tidak berperimanusiaan dan tidak mencerminkan sikap saling menghormati, saling menghargai saling menjaga kebersamaan selaku hidup orang negeri bertetangga ternyata berulang lagi dilontarkan oleh masyarakat Desa Kariu pada saat terjadi cekcok mulut antara warga Desa Kariu (AYAH STEVY LEATOMU) dan Masyarakat Dusun Ory akibat larangan penyerobotan tanah oleh warga Dusun Ory terhadap salah satu warga Desa Kariu (AYAH STEVY LEATOMU) yang telah berkebun dengan menyerobot melawati batas Dusun Ory dengan Desa Kariu tepatnya dibawah sekolah Al Kharia Dusun Ory. Warga Desa Kariu mengancam dengan menyatakan yang turut disaksikan oleh Aparat kemanan yaitu (Babinsa dan Babinkamtibmas) yang saat itu berada dilokasi untuk meredam amukan masa dengan kalimat atau Bahasa : “lapas katong (Warga Kairu), katong akan kasih habis dong (Dusun Ory) dalam waktu 15 menit”. (Lepaskan kita, kita akan habisi mereka dalam waktu 15 menit). Hal ini terjadi pada tanggal 25 Januari 2022 hingga puncaknya atau pemicu terjadi peristiwa konflik pada tanggal 26 Januari 2022.
  14. Bahwa terkait isu dan atau adanya tuduhan pencurian yang dilakukan oleh masyarakat Negeri Pelauw dan Warga Dusun Ory pasca Konflik adalah bentuk fitnah yang dilakukan oleh Masyarakat Desa Kariu terhadap Masyarakat Negeri Pelauw dan Dusun Ory. Padahal yang sesungguhnya adalah sudah sejak puluhan tahun sebelum adanya konflik sosial tahun 1999 sejak kehidupan orang tua-tua kami hingga terjadinya konflik pada tanggal 26 Januari beberapa hari yang lalu, masyarakat Negeri Pelauw dan masyarakat Dusun Ory telah menunjukan sikap saling bantu membantu, saling tolong menolong antara satu dengan yang lain dalam kebersamaan hidup bertetangga, saling berbelas kasih terhadap Warga Desa Kariu. Hal ini dibuktikan dengan selama ini telah mengijinkan dan atau membiarkan begitu saja warga Kariu kapan saja apakah malam, maupun siang untuk berburu babi dan rusa serta memasang perangkap babi dan rusa di hutan-hutan atau dusun-dusun yang merupakan tanah ulayat Negeri Pelauw, mengijinkan mereka warga Kariu mencari ikan dan bia (kerang) dan hasil laut lainnya di wilayah laut yang terbaring dalam petuanan Negeri Pelauw dan Dusun Ory, bahkan masyarakat Negeri Pelauw dan Dusun Ory adalah pasar terbesar bagi warga Desa Kariu untuk menjual hasil-hasil kebun maupun hasil tangkapan dari mencari ikan yang diakui atau tidak diakui telah ikut membantu ekonomi keluarga masyarakat Desa Kariu;
  15. Bahwa setelah terjadi peristiwa konflik antara Negeri Pelauw, Dusun Ory dengan warga Desa Kariu. Warga Kariu telah menuduh dan memfitnah bahwa warga Negeri Pelauw dan Ory dalam peristiwa tersebut telah menggunakan senjata api organik atau rakitan dengan narasi bahwa Warga Kariu telah dibrondong menggunakan senjata api milik warga Negeri Pelauw. Padahal fakta menunjukkan hal yang berbeda, faktanya yang menjadi korban dalam peristiwa tanggal 26 Januari 2022 tersebut semuanya adalah warga Negeri Pelauw 3 orang merenggang nyawa dan 3 orang luka-luka, dimana semua luka dari para korban tersebut adalah akibat dari tembakan dengan menggunakan senjata api, termasuk diantaranya salah seorang anggota POLSEK Pulau Haruku yang ditembak tepat di mulut dan diselamatkan oleh warga Negeri Pelauw saat kejadian tersbut. Sementara dalam peristiwa tersebut tidak ada satupun warga Desa Kariu yang terkena tembakan senjata api. Hal ini membuktikan sebaliknya bahwa Yang Memiliki, Membawa Dan Menggunakan Senjata Api Adalah Warga Kariu bukti nyata atas fakta ini adalah korban meninggal dan luka-luka adalah warga Negeri Pelauw dan terdapatnya bekas tembakan peluru tajam yang saat ini berada atau bersarang di rumah-rumah warga Dusun Ory.
  16. Bahwa kehidupan antar warga Kariu dengan Negeri Pelauw maupun Dusun Ory selama ini bertahun-tahun telah terjalin dengan penuh harmonis, baik-baik saja tidak pernah terdapat upaya-upaya klaim maupun penyerobotan atas tanah yang bukan milik warga Kariu antara lain di tanah Ua Rual maupun di tanah dekat perbatasan Desa Kariu dan Dusun Ory yang menjadi tempat awal pemicu konflik Tanggal 26 Januari 2022. Semua warga ketiga komunitas hidup aman damai dalam kebersamaan, namun setelah datangnya oknum Polisi yang Bernama STEVY LEATOMU tersebut yang ditempat tugaskan di Polsek Pulau Haruku pada sekitar tahun 2015, maka dimulailah penciptaan kondisi intimadasi, provokasi kepada kedua ketiga Komunitas sehingga sering sekali menyebabkan gangguan keamanan pada ketiga komunitas.
  17. Bahwa STEVY LEATOMU juga melakukan Tindakan provokatif melalui media sosial facebook. Hal ini dilakukan ciutan di akun Facebook Kariu Panggil Pulang. Dalam ciutan tesebut STEVY LEATOMU secara garis besar mengatakan bahwa DARA DENGAN NYAWA SIAP DIPERTARUHKAN DEMI LEAMONI (KARIU). Sangat disayangkan ada anggota kepolisian yang harusnya adil dalam dalam bertugas memunculkan bahasa yang sifatnya provokasi.
  18. Bahwa terakhir kami baru mendapatkan informasi bahwa di petuanan Negeri Pelauw saat ini telah terjadi penebangan tanaman umur panjang milik warga Negeri Pelauw berupa tanaman cengkih. Hal ini berulang kembali seperti yang terjadi pada peristiwa di tahun 1999 lalu, pada saat Warga Desa Kariu mengungsi ke Negeri Aboru melalui hutan Negeri Pelauw dan Dusun Ori kemudian tanaman umur panjang berupa pohon cengkih milik masyarakat Negeri Pelauw dan masyarakat Dusun Ori ditebang.

Bahwa dengan berdasarkan kepada seluruh fakta-fakta dan uraian peristiwa tersebut di atas, maka dengan ini kami menyatakan sikap, sebagai berikut :
  • a. Segera mengungkap dan menangkap pelaku penembakan yang menyebabkan tiga orang meninggal dan tiga orang warga Negeri Pelauw yang mengalami luka akibat kena peluruh senjata api organik, termasuk pelaku penembakan terhadap salah satu anggota POLSEK Pulau Haruku.
  • b. Segera menangkap aktor intelektual dibalik terjadinya konflik antara Negeri Pelauw, Dusun Ory dan Desa Kariu. Negara harus hadir dan segera menyelesaikan segala akibat yang terjadi pasca konflik sebab konflik ini merupakan akibat dari lalai dan lambatnya Negara dalam merespond tuntuntan masyarakat.
  • c. Segera menangkap dan Memecat sudara STEVY LEATOMU anggota POLSEK Kecamatan Pulau Haruku yang merupakan Warga Desa Kariu yang selama ini melakukan intimidasi terhadap masyarakat Negeri Pelauw dan masyarakat Dusun Ory serta melakukan tindakan pengrusakan terhadap Situs Keramat. Sebab STEVY LEATOMU adalah aktor intelektual dibalik konflik ini, dialah biang dari segala problematika permasalahan sosial yang kemudian menjadi gunung es dan akhirnya pecah di tanggal 26 Januari 2022 kemarin. Berdasarkan informasi dari masyarkat Negeri Pelauw yang tinggal berdekatan dengan POLSEK Pulau Haruku bahwa STEVY LEATOMU telah menghilang dari POLSEK Pulau Haruku sebelum konfilk dan belum Kembali hingga surat pernyataan ini dibuat (sekarang).
  • d. Segera menyita senjata api dan menangkap warga Desa Kariu yang memiliki senjata api organik yang digunakan saat terjadinya konflik dan telah dibawa lari saat mengungsi ke Negeri Aboru.
  • e. Meminta kepada semua pihak yang tidak berkepentingan dan tidak tahu terkait akar persoalan yang sebenarnya untuk diam dan sama-sama menjaga kondisi yang telah kondusip dan damai pasca konflik terjadi.
  • f. Meminta kepada dinas Infokom Provinsi Maluku dan Komisi Penyiaran Indonesai Daerah (KPID) Provinsi Maluku agar segera melakukan tindakan hukum sesuai prosedurnya terhadap salah satu media on-line yakni SirimauPos.com atas pemberitaan yang tidak profesional, sifatnya provokatif dan banyak menampilkan berita yang tidak netral dan menyudutukan Negeri Pelauw dan Dusun Ory. Perusahaan Media ini dipimpin Simon G. Pattiwaellapia yang merupakan warga Desa Kariu, dia juga sekaligus sebagai Pemimpin Redaksi.
  • g. Meminta aparat kepolisian untuk segera mengungkap pelaku yang telah menebang tanaman umur panjang berupa pohon cengkih milik warga Negeri Pelauw dan Warga Dusun Ori. Sebab ini merupakan perbuatan yang memicu rusaknya perdamaian. Hal ini juga dapat menjadi isyarat bahwa Warga Desa Kariu tidak akan kembali lagi dan pergi untuk selamanya.
  • h. Berdasarkan tabiat dan perilaku arogansi serta cenderung povokatif yang selalu dilakukan oleh warga Desa Kariu sebagaimana telah rinci diuraikan di atas, maka agar suasana kehidupan warga Negeri Pelauw dan Dusun Ory maupun untuk KEPENTINGAN KEAMANAN DAN KENYAMANAN WARGA KARIU itu sendiri di masa-masa yang akan datang dan dalam kerangka memelihara keamanan kawasan serta memelihara hubungan hidup orang basudara agar tetap terjaga dengan baik dan harmonis, untuk itu kami MENOLAK DENGAN KERAS kedatangan atau kembali warga Kariu pada Desa Kariu saat ini, JIKALAU Hanya Kembali Dan Akan Mengulang Kebiasaan-Kebiasaan Buruk, Memprovokasi, Mengintimadasi, Menduduki, Mengklaim Dan Atau Melakukan Tindakan Penyerobotan Atas Tanah Ulayat Yang Bukan Hak Miliknya.
Merespond tuntutan kami adalah wujud dari kerjasama yang baik antara aparat keamanan dengan masyarakat dalam menciptakan kondisi sosial yang aman dan damai dalam bingkai hidup orang basudara. Sesabarnya-sabarnya manusia tentu akan mencapai puncaknya batas kesabarannya. Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan untuk diketahui dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *