Hari PENDIDIKAN NASIONAL Antara Serimonial, Euforia, Dan Bahan Evaluasi.
Jika ditelaah lebih jauh, maka kita akan menemukan bahwa guru adalah personifikasi dari pikiran-pikiran besar, pikiran-pikiran yang menjawab tantangan pendidikan pada zamannya dalam memajukan peradaban. Hadirnya guru dalam ruang-ruang pembelajaran juga memperlihatkan bahwa hidup manusia memang dibatasi oleh usia akan tetapi pikiran dan karya guru telah melintasi zaman mengantarkan anak didik pada titik kulminasi pencerahan akal untuk membangun peradaban. Untuk mengenang jasa-jasa guru yang menjadi pelita bagi bangsa sekaligus merupakan sosok pahlawan yang menyalakan obor pendidikan diberbagai pelosok tanah air, maka seringkali negara hadir dalam wujud perayaan hari guru nasional, hari pendidikan nasional, dan perayaan hari-hari lainnya sebagai bentuk apresiasi terhadap jasa-jasa yang dianggap berdedikasi terhadap negara di republik ini. Sayangnya perayaan Hari Pendidikan Nasional yang selalu dirayakan dengan megah dan meriah setiap tanggal 2 Mei bulan berjalan, masih terkesan sekedar serimonial dan euforia belaka. Kalaupun momentom ini dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan mutu pendidikan, maka kebijakan demi kebijakan yang diputuskan diatas meja perundingan sejauh ini masih sebatas ekspektasi tanpa eksekusi. Karena itulah momentum peringatan hari pendidikan ini jangan sampai bersifat seremonial saja atau jangan sampai hanya euforia yang miskin makna. Akan tetapi haruslah menjadi momentum dalam membangun perdaban umat dan bangsa. Juga perayaan semacam ini harus diterjemahkan pada peran-peran pendidik, fasilitator, dan para pelaku pendidikan yang sifatnya menuntun anak didik dalam menjawab tantangan zaman di era digital saat ini yang memiliki dampak positif kepada masayarakat disekitar kita, sehingga semua elemen pendidikan baik guru, anak didik, orang tua, maupun khalayak ramai dapat terbantu untuk tergerak, bergerak dan menggerakkan untuk berdampak kepada orang lain.